Saturday, October 4, 2025

Guru Ikuti Bimtek Literasi GTK Dikdasmen 2025


Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) kembali menghadirkan Bimbingan Teknis (Bimtek) Literasi bagi guru SD dan SMP pada tahun 2025. Program ini dilaksanakan secara daring sehingga dapat diakses oleh seluruh guru di Indonesia.

Bimtek Literasi 2025 bertujuan meningkatkan kompetensi guru dalam mengajarkan literasi dengan pendekatan yang kreatif, kritis, inovatif, dan kolaboratif. Dengan penguatan strategi pembelajaran literasi, diharapkan siswa mampu memiliki keterampilan membaca, berpikir kritis, serta mengekspresikan diri secara efektif sebagai bekal menghadapi masa depan.

Modul dan Kegiatan Bimtek

Bimtek Literasi terdiri dari lima modul pembelajaran yang dapat diikuti secara mandiri maupun melalui sesi webinar bersama narasumber berpengalaman:

  1. Literasi melalui pembelajaran mendalam

  2. Lokakarya membaca

  3. Literasi di kelas awal

  4. Membaca teks nonfiksi

  5. Membaca teks fiksi

Selain modul utama, peserta juga akan mendapatkan pengalaman belajar melalui Learning Management System (LMS) SIMPKB yang dirancang sistematis, nyaman, dan menyenangkan.

Jadwal Pelaksanaan

📅 Pendaftaran: 3–12 Oktober 2025
👩‍🏫 Bimtek Angkatan 1: 13–17 Oktober 2025
👨‍🏫 Bimtek Angkatan 2: 27–31 Oktober 2025

Persyaratan Peserta

Program ini dapat diikuti oleh guru SD maupun SMP dengan ketentuan:

  • Memiliki akun SIMPKB aktif

  • Menyediakan perangkat laptop/komputer yang memadai

  • Akses internet stabil

  • Kemampuan dasar TIK

Guru yang berhasil menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan akan mendapatkan sertifikat resmi dari Direktorat Guru Pendidikan Dasar.

Cara Mendaftar

👉 Kuota terbatas, jangan lewatkan kesempatan berharga ini untuk meningkatkan kompetensi literasi!

Monday, September 29, 2025

Pembekalan dan Pelatihan BCKS 2025 Sulawesi Tengah: Mencetak Kepala Sekolah Visioner dan Berintegritas


Palu, 29 September 2025Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) Sulawesi Tengah sukses menyelenggarakan Pembekalan dan Pelatihan Bakal Calon Kepala Sekolah (BCKS) Tahun 2025. Kegiatan yang berlangsung pada 20–29 September 2025 di BPMP Sulawesi Tengah, Jl. dr. Sutomo No. 4 Palu ini menjadi momentum penting dalam menyiapkan calon-calon kepala sekolah yang unggul, visioner, dan berintegritas.

Peserta yang hadir berasal dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, SMK, hingga SLB, dengan perwakilan dari Kabupaten Poso, Parigi Moutong, Donggala, Sigi, serta Kota Palu. Sebelum memasuki pelatihan tatap muka, seluruh peserta telah mengikuti pembelajaran mandiri daring melalui LMS pada 13–19 September 2025, setelah terlebih dahulu mengikuti penjelasan teknis dan registrasi online.

Pelatihan ini memfokuskan pada penguatan tiga aspek utama kompetensi calon kepala sekolah, yaitu:

  • Kompetensi Kepribadian: membentuk pola pikir bertumbuh dan keteladanan dalam memimpin.

  • Kompetensi Sosial: membangun jejaring, kolaborasi, dan program kemitraan pendidikan.

  • Kompetensi Profesional: menyusun visi sekolah, perencanaan berbasis data, pengelolaan sumber daya, supervisi akademik, hingga inovasi dalam kewirausahaan sekolah.

Mengusung prinsip berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan, pelatihan ini memadukan pembelajaran daring mandiri (18 JP) dan tatap muka (92 JP), termasuk kegiatan shadowing di satuan pendidikan. Melalui kegiatan ini, peserta belajar langsung bersama kepala sekolah mentor, melakukan observasi, praktik, hingga studi kasus nyata.

Dengan total 110 Jam Pembelajaran, peserta tidak hanya mendapatkan bekal teori, tetapi juga pengalaman praktis yang relevan dengan konteks kepemimpinan di sekolah. Diharapkan, setelah mengikuti pelatihan ini, para bakal calon kepala sekolah mampu menghadirkan inovasi, memimpin dengan keteladanan, serta membawa satuan pendidikan menuju mutu pembelajaran yang lebih baik.

Friday, September 12, 2025

Kepala Sekolah di Era Baru: Apa yang Berubah dalam Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025?


Ketika berbicara tentang pendidikan, seringkali perhatian kita tertuju pada guru di ruang kelas. Padahal ada sosok lain yang tak kalah penting: kepala sekolah. Ia bukan hanya pemimpin administratif, tetapi juga pengarah visi, pengambil keputusan, dan motor penggerak kualitas sekolah.

Nah, pemerintah baru saja menerbitkan aturan baru melalui Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Aturan ini menggantikan regulasi lama (Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021) yang dianggap sudah tidak lagi sesuai dengan tantangan pendidikan saat ini.

Guru kini tak lagi hanya dipandang sebagai pengajar, tetapi juga calon pemimpin satuan pendidikan. Dengan peraturan baru ini, rekrutmen dan penugasan kepala sekolah dilakukan lebih ketat dan terstruktur agar sekolah benar-benar dipimpin oleh orang yang berkompeten.

Bayangkan saja, seorang kepala sekolah kini dituntut memiliki kompetensi sosial, kepribadian, profesional, sekaligus jiwa entrepreneur. Artinya, kepala sekolah tak cukup sekadar pintar mengajar, tapi juga harus mampu memimpin, berinovasi, dan mengelola sekolah layaknya sebuah organisasi yang dinamis.

Bagi guru yang berminat menjadi kepala sekolah, jalannya cukup panjang:

  • Ada pemetaan kebutuhan dari dinas pendidikan.

  • Lalu ada pengusulan dan seleksi calon dengan syarat ketat (minimal S1/D4, punya sertifikat pendidik, pengalaman manajerial, hingga catatan kinerja yang baik).

  • Setelah itu, calon yang lolos wajib mengikuti pelatihan khusus untuk memperkuat kompetensi kepemimpinan.

Hanya guru yang lulus semua tahapan inilah yang bisa ditugaskan menjadi kepala sekolah.

Tidak kalah penting, aturan ini juga mengatur soal masa jabatan. Kepala sekolah dari unsur ASN hanya boleh menjabat dua periode, masing-masing empat tahun. Jadi maksimal delapan tahun. Jika belum ada calon pengganti yang memenuhi syarat, bisa diperpanjang, tapi dengan catatan harus berprestasi “Sangat Baik”.

Dengan aturan ini, diharapkan kualitas kepemimpinan di sekolah-sekolah akan meningkat. Kepala sekolah yang terpilih bukan hanya karena faktor kedekatan atau senioritas, melainkan hasil dari proses seleksi yang terukur.

Bagi guru, aturan ini bisa jadi motivasi untuk terus mengembangkan diri. Bagi siswa dan orang tua, tentu harapannya sederhana: sekolah dipimpin oleh sosok yang benar-benar mampu membawa perubahan positif.

Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 ini adalah langkah maju. Namun, implementasinya akan menjadi kunci. Apakah daerah mampu melaksanakan seleksi dengan objektif? Apakah pelatihan benar-benar membentuk pemimpin yang visioner? Jika iya, maka kita bisa optimis kualitas pendidikan Indonesia akan semakin meningkat.

Wednesday, September 10, 2025

Guru Bukan Beban, Melainkan Pilar Peradaban

Guru: Aset atau Beban Negara?

Beberapa waktu terakhir, istilah “Guru Beban Negara” kerap terdengar di ruang publik. Ada yang menyebutnya dalam obrolan santai, ada pula yang melemparkan istilah ini di media sosial. Tentu saja, bagi para pendidik, sebutan ini terasa menyakitkan. Bagaimana mungkin profesi yang seharusnya dimuliakan justru dilabeli sebagai beban? Namun pertanyaannya, benarkah guru adalah beban negara? Atau justru aset terbesar bangsa?

Guru sebagai Investasi Bangsa

Mari kita lihat dari sisi sederhana. Setiap rupiah yang dialokasikan negara untuk gaji, tunjangan, dan pelatihan guru bukanlah pemborosan. Itu adalah investasi jangka panjang. Tidak ada negara maju tanpa pendidikan yang kuat. Dan tidak ada pendidikan yang kuat tanpa guru.

Cita-cita Indonesia Emas 2045 tidak mungkin tercapai hanya dengan infrastruktur megah atau teknologi canggih. Semua itu akan sia-sia jika generasi penerus tidak memiliki pengetahuan, karakter, dan keterampilan yang dibangun dari ruang-ruang kelas di sekolah. Di sanalah guru berperan, setiap hari, meski sering tanpa sorotan kamera.

Dari Mana Stigma “Beban Negara” Berasal?

Kita tidak bisa menutup mata, memang ada sebagian kecil guru yang terjebak rutinitas, kurang disiplin, atau hanya berorientasi pada tunjangan sertifikasi. Potret inilah yang seringkali diperbesar dan digeneralisasi oleh masyarakat. Satu dua kasus seolah-olah mencerminkan wajah semua guru.

Sayangnya, masyarakat jarang melihat sisi lain: guru-guru yang rela mengorbankan waktu istirahatnya demi mempersiapkan materi, guru yang harus membeli alat tulis dari kantong pribadi, atau guru yang meski kesehatannya terganggu tetap datang ke sekolah demi siswanya.

Guru di Garis Terdepan

Mari bayangkan sejenak: seorang guru di pelosok Kalimantan harus menyeberangi sungai setiap hari dengan perahu kecil agar bisa sampai ke sekolah. Ada guru di Papua yang berjalan kaki berjam-jam, mendaki dan menuruni bukit hanya untuk bisa mengajar di kelas berdinding papan. Ada pula guru di daerah konflik yang tetap mengajar di tengah ancaman rasa takut.

Apakah layak mereka disebut “beban”? Bukankah justru merekalah yang menjaga agar api pendidikan tidak padam, meski negara belum sepenuhnya hadir dalam bentuk fasilitas yang layak?
Mengubah Paradigma

Sudah saatnya kita mengubah paradigma. Guru bukanlah beban, melainkan aset bangsa. Negara harus melihat profesi guru bukan sekadar pos anggaran, tetapi sebagai motor peradaban. Itu artinya, peningkatan kesejahteraan, pelatihan berkelanjutan, dan penghargaan sosial harus diberikan secara serius.

Di sisi lain, guru pun perlu menjawab kepercayaan itu. Profesionalisme, kreativitas, dan komitmen harus terus ditumbuhkan. Guru harus hadir bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai inspirator, motivator, bahkan fasilitator bagi murid-muridnya.

Guru Bukan Beban, Melainkan Pilar Peradaban

Guru bukanlah beban negara. Mereka adalah fondasi masa depan bangsa. Tanpa guru, kita semua hanyalah potongan-potongan cerita tanpa arah. Maka, alih-alih melabeli guru dengan stigma negatif, mari kita bersama-sama mendukung mereka.

Namun di sinilah menariknya: bagaimana menurut Anda?
Apakah istilah “Guru Beban Negara” masih relevan diucapkan? Ataukah kita justru perlu memikirkan cara baru untuk menghargai guru? Silakan bagikan pendapat Anda di kolom komentar.